Selasa, 13 Mei 2014

LARASITA merupakan layanan pertanahan bergerak (mobile land service) yang bersifat pro aktif atau "jemput bola" ke tengah-tengah masyarakat. Sebagai sebuah kebijakan inovatif, kelahiran LARASITA dilandasi keinginan pemenuhan rasa keadilan yang diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat, serta adanya kesadaran bahwa tugas-tugas berat itu tidak akan bisa diselesaikan hanya dari balik meja kantor tanpa membuka diri terhadap interaksi masyarakat yang kesejahteraannya menjadi tujuan utama pengelolaan pertanahan.
Guna untuk menjawab kebutuhan berinteraksi dengan masyarakat tersebut, dilahirkan sebuah interface baru. Sebuah interface yang didesain bukan hanya untuk memberikan layanan administratif pertanahan, tetapi juga melakukan penyiapan masyarakat dalam pelaksanaan reforma agraria, mendampingi dan memberdayakan masyarakat dalam konteks pertanahan, melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar, melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasikan bermasalah, memfasilitasi penyelesaian tanah bermasalah yang mungkin diselesaikan di lapangan, menyambungkan program Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat dan meningkatkan dan mempercepat legalisasi aset tanah masyarakat. Sebuah interface yang –bukan sekedar memungkinkan, tetapi harus- bisa menyentuh masyarakat tidak hanya dengan regulasi, tetapi benar-benar bersentuhan secara fisik untuk kemudian secara psikis bisa mengerti tentang apa yang dibutuhkan, dipikirkan dan dirasakan rakyat. Dan secara praktis: Sebuah interface yang dapat melaksanakan pola pengelolaan pertanahan secara aktif. Interface itu adalah LARASITA.
Pada dasarnya, LARASITA menjalankan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada Kantor Pertanahan. Meskipun begitu, pengamatan pada Kantor Pertanahan yang dijadikan kantor percontohan menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat terhadap layanan-layanan pertanahan melalui LARASITA secara signifikan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tingkat antusiasme masyarakat terhadap layanan pertanahan melalui Kantor Pertanahan. Pada penelitian lanjutan atas fenomena itu, kemudian diketahui bahwa masyarakat –khususnya pedesaan- mengalami kesenjangan formalitas yang cukup lebar terhadap layanan pertanahan yang selama ini diselenggarakan di Kantor Pertanahan, dimana kesenjangan itu kemudian diperlebar oleh para perantara yang selalu berdiri diantara Kantor Pertanahan dan masyarakat. Keberadaan para perantara tersebut, selain mempertajam kesenjangan formalitas antara masyarakat dan Kantor Pertanahan, pada prakteknya juga seringkali melakukan pembiasan informasi yang pada akhirnya merugikan masyarakat, baik karena pembiasan informasi tentang persyaratan, biaya maupun tentang waktu penyelesaian layanan pertanahan.
Selain itu, jarak geografis juga menjadi kendala. Kesulitan transportasi menuju Kantor Pertanahan, seringkali mampu menggagalkan niat seseorang untuk mendapatkan layanan pertanahan. Seperti diketahui, tingkat kepemilikan mobil atau motor pribadi pada masyarakat yang tinggal di pedesaan adalah relatif rendah. Kesulitan ini dilipatgandakan dengan sangat sedikitnya transportasi umum yang cukup nyaman bagi seseorang untuk bepergian dengan membawa dokumen-dokumen penting tentang kepemilikan tanahnya. Hal inilah yang menjadi faktor utama rendahnya intensitas arus informasi yang benar kepada masyarakat pedesaan, yang pada akumulasinya menghentikan arus komunikasi antara Kantor Pertanahan (sebagai representasi BPN RI) dan masyarakat. Tepat pada titik permasalahan itu pula, LARASITA diajukan sebagai solusi.
Kedatangan LARASITA di desa-desa (biasanya di area dimana warga desa sering berkumpul) mampu menutup rata jurang formalitas sekaligus jarak geografis berikut jarak psikologis yang sudah lama terbentang diantara Kantor Pertanahan dan masyarakat. Pada kunjungan-kun jungan LARASITA, akan mudah didapati perbincangan akrab antara petugas dan masyarakat. Fakta bahwa masyarakat sedang berada di lingkungan desanya sendiri, berpengaruh besar terhadap sehatnya komunikasi, dimana ketika pertemuan dilakukan di Kantor Pertanahan, terlihat bahwa komunikasi yang terbangun seolah-olah vertikal, dengan menempatkan petugas di sisi atas. Dalam komunikasi yang sehat tersebut, informasi-informasi pertanahan baik dari petugas maupun dari masyarakat akan mengalir lancar.






Dengan kondisi komunikasi yang kondusif, akan mudah bagi petugas untuk memberikan pengetahuan-pengetahuan tentang reforma agraria untuk proses penyiapan masyarakat dalam pelaksanaannya, mendampingi dan memberdayakan masyarakat melalui aset-aset pertanahan, melaksanakan secara lebih dini pengawasan dan pengendalian penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah serta melaksanakan identifikasi dan penelitian terhadap tanah yang diindikasikan terlantar, melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan sinkronisasi dan penyampaian informasi penatagunaan tanah dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) kabupaten/kota, memfasilitasi dan mendekatkan akses-akses penciptaan sumber-sumber ekonomi baru dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan identifikasi masalah, sengketa atau perkara pertanahan secara dini serta memfasilitasi upaya penanganannya, melakukan sosialisasi dan berinteraksi untuk menyampaikan informasi pertanahan dan program-program pertanahan lainnya, menghubungkan kebutuhan masyarakat dengan program Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, melaksanakan kegiatan legalisasi aset dan melaksanakan tugas-tugas pertanahan lain.
Secara praktis, kegiatan yang dilaksanakan oleh LARASITA sudah menegaskan perbedaannya dengan loket Kantor Pertanahan. Kemampuannya menyentuh dimensi sosial dari pengelolaan pertanahan pada prosesnya akan memberikan kesempatan lebih besar untuk melakukan tugas-tugas pengelolaan pertanahan, dimana seringkali tugas-tugas tersebut tidak mampu dijangkau oleh interface Loket Kantor Pertanahan karena formalitasnya. Dengan kemampuannya itu pula, LARASITA diharapkan mampu menjembatani BPN RI dengan masyarakat pemangku kepentingan pertanahan, yaitu masyarakat yang mempergunakan tanah sebagai basis sumberdaya untuk penghidupannya.
Pelaksanaan Larasita telah memberikan manfaat baik bagi masyarakat maupun internal BPN RI. Bagi masyarakat, pelaksanaan Larasita yang telah berjalan mewujudkan kemudahan akses untuk memperoleh informasi, pengurusan sertipikat, penyelesaian masalah/sengketa pertanahan karena Kantor Pertanahan Bergerak berada di dekat mereka; biaya akses ke Kantor Pertanahan semakin kecil bahkan tidak diperlukan; pengurusan sertipikasi tanah menjadi lebih murah karena tidak perlu membayar jasa calo/perantara; Pengurusan sertipikasi tanah menjadi lebih mudah karena tidak perlu beberapa kali datang ke Kantor Pertanahan. Bagi BPN RI, hal ini berdampak positif karena terjadi transformasi budaya pelayanan dan budaya kerja dari manual ke komputerisasi, adanya peningkatan kualitas SDM dan infrastruktur di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, adanya peningkatan transparansi pelayanan dan terbangunnya database pertanahan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar