LARASITA merupakan
layanan pertanahan bergerak (mobile land service) yang bersifat pro aktif atau
"jemput bola" ke tengah-tengah masyarakat. Sebagai sebuah kebijakan
inovatif, kelahiran LARASITA dilandasi keinginan pemenuhan rasa keadilan yang diperlukan,
diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat, serta adanya kesadaran bahwa
tugas-tugas berat itu tidak akan bisa diselesaikan hanya dari balik meja kantor
tanpa membuka diri terhadap interaksi masyarakat yang kesejahteraannya menjadi
tujuan utama pengelolaan pertanahan.
Guna untuk menjawab
kebutuhan berinteraksi dengan masyarakat tersebut, dilahirkan sebuah interface
baru. Sebuah interface yang didesain bukan hanya untuk memberikan layanan
administratif pertanahan, tetapi juga melakukan penyiapan masyarakat dalam
pelaksanaan reforma agraria, mendampingi dan memberdayakan masyarakat dalam
konteks pertanahan, melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar,
melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasikan bermasalah,
memfasilitasi penyelesaian tanah bermasalah yang mungkin diselesaikan di
lapangan, menyambungkan program Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat dan meningkatkan dan mempercepat
legalisasi aset tanah masyarakat. Sebuah interface yang –bukan sekedar
memungkinkan, tetapi harus- bisa menyentuh masyarakat tidak hanya dengan
regulasi, tetapi benar-benar bersentuhan secara fisik untuk kemudian secara
psikis bisa mengerti tentang apa yang dibutuhkan, dipikirkan dan dirasakan
rakyat. Dan secara praktis: Sebuah interface yang dapat melaksanakan pola
pengelolaan pertanahan secara aktif. Interface itu adalah LARASITA.
Pada dasarnya,
LARASITA menjalankan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku pada Kantor Pertanahan. Meskipun begitu,
pengamatan pada Kantor Pertanahan yang dijadikan kantor percontohan menunjukkan
bahwa antusiasme masyarakat terhadap layanan-layanan pertanahan melalui
LARASITA secara signifikan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tingkat
antusiasme masyarakat terhadap layanan pertanahan melalui Kantor Pertanahan.
Pada penelitian lanjutan atas fenomena itu, kemudian diketahui bahwa masyarakat
–khususnya pedesaan- mengalami kesenjangan formalitas yang cukup lebar terhadap
layanan pertanahan yang selama ini diselenggarakan di Kantor Pertanahan, dimana
kesenjangan itu kemudian diperlebar oleh para perantara yang selalu berdiri
diantara Kantor Pertanahan dan masyarakat. Keberadaan para perantara tersebut,
selain mempertajam kesenjangan formalitas antara masyarakat dan Kantor
Pertanahan, pada prakteknya juga seringkali melakukan pembiasan informasi yang
pada akhirnya merugikan masyarakat, baik karena pembiasan informasi tentang
persyaratan, biaya maupun tentang waktu penyelesaian layanan pertanahan.
Selain itu, jarak
geografis juga menjadi kendala. Kesulitan transportasi menuju Kantor
Pertanahan, seringkali mampu menggagalkan niat seseorang untuk mendapatkan
layanan pertanahan. Seperti diketahui, tingkat kepemilikan mobil atau motor
pribadi pada masyarakat yang tinggal di pedesaan adalah relatif rendah.
Kesulitan ini dilipatgandakan dengan sangat sedikitnya transportasi umum yang
cukup nyaman bagi seseorang untuk bepergian dengan membawa dokumen-dokumen
penting tentang kepemilikan tanahnya. Hal inilah yang menjadi faktor utama
rendahnya intensitas arus informasi yang benar kepada masyarakat pedesaan, yang
pada akumulasinya menghentikan arus komunikasi antara Kantor Pertanahan
(sebagai representasi BPN RI) dan masyarakat. Tepat pada titik permasalahan itu
pula, LARASITA diajukan sebagai solusi.
Kedatangan LARASITA di
desa-desa (biasanya di area dimana warga desa sering berkumpul) mampu menutup
rata jurang formalitas sekaligus jarak geografis berikut jarak psikologis yang
sudah lama terbentang diantara Kantor Pertanahan dan masyarakat. Pada
kunjungan-kun jungan LARASITA, akan mudah didapati perbincangan akrab antara
petugas dan masyarakat. Fakta bahwa masyarakat sedang berada di lingkungan
desanya sendiri, berpengaruh besar terhadap sehatnya komunikasi, dimana ketika
pertemuan dilakukan di Kantor Pertanahan, terlihat bahwa komunikasi yang
terbangun seolah-olah vertikal, dengan menempatkan petugas di sisi atas. Dalam
komunikasi yang sehat tersebut, informasi-informasi pertanahan baik dari
petugas maupun dari masyarakat akan mengalir lancar.
Dengan kondisi
komunikasi yang kondusif, akan mudah bagi petugas untuk memberikan
pengetahuan-pengetahuan tentang reforma agraria untuk proses penyiapan
masyarakat dalam pelaksanaannya, mendampingi dan memberdayakan masyarakat
melalui aset-aset pertanahan, melaksanakan secara lebih dini pengawasan dan
pengendalian penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah serta
melaksanakan identifikasi dan penelitian terhadap tanah yang diindikasikan
terlantar, melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan sinkronisasi dan
penyampaian informasi penatagunaan tanah dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah
(RTRW) kabupaten/kota, memfasilitasi dan mendekatkan akses-akses penciptaan
sumber-sumber ekonomi baru dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat,
melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan identifikasi masalah, sengketa atau
perkara pertanahan secara dini serta memfasilitasi upaya penanganannya,
melakukan sosialisasi dan berinteraksi untuk menyampaikan informasi pertanahan
dan program-program pertanahan lainnya, menghubungkan kebutuhan masyarakat
dengan program Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, melaksanakan
kegiatan legalisasi aset dan melaksanakan tugas-tugas pertanahan lain.
Secara praktis,
kegiatan yang dilaksanakan oleh LARASITA sudah menegaskan perbedaannya dengan
loket Kantor Pertanahan. Kemampuannya menyentuh dimensi sosial dari pengelolaan
pertanahan pada prosesnya akan memberikan kesempatan lebih besar untuk
melakukan tugas-tugas pengelolaan pertanahan, dimana seringkali tugas-tugas tersebut
tidak mampu dijangkau oleh interface Loket Kantor Pertanahan karena
formalitasnya. Dengan kemampuannya itu pula, LARASITA diharapkan mampu
menjembatani BPN RI dengan masyarakat pemangku kepentingan pertanahan, yaitu
masyarakat yang mempergunakan tanah sebagai basis sumberdaya untuk
penghidupannya.
Pelaksanaan Larasita
telah memberikan manfaat baik bagi masyarakat maupun internal BPN RI. Bagi
masyarakat, pelaksanaan Larasita yang telah berjalan mewujudkan kemudahan akses
untuk memperoleh informasi, pengurusan sertipikat, penyelesaian
masalah/sengketa pertanahan karena Kantor Pertanahan Bergerak berada di dekat
mereka; biaya akses ke Kantor Pertanahan semakin kecil bahkan tidak diperlukan;
pengurusan sertipikasi tanah menjadi lebih murah karena tidak perlu membayar
jasa calo/perantara; Pengurusan sertipikasi tanah menjadi lebih mudah karena
tidak perlu beberapa kali datang ke Kantor Pertanahan. Bagi BPN RI, hal ini
berdampak positif karena terjadi transformasi budaya pelayanan dan budaya kerja
dari manual ke komputerisasi, adanya peningkatan kualitas SDM dan infrastruktur
di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, adanya peningkatan transparansi
pelayanan dan terbangunnya database pertanahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar