Selasa, 13 Mei 2014

Dalam keputusan Men PAN No. 63/Kep/M.PAN/7/2003 tentang pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik mewacanakan tiga aspek penting dalam pelayanan public: 1). Aparatur pemerintah dalam memberikan pelayanan harus berorientasi pada kebutuhan dan kepuasaan penerima layanan, sehingga dapat meningkatkan daya saing dalam pemberian pelayanan barang dan jasa; 2). Pelimpahan wewenang dari pemerintah pusat ke daerah memungkinkan terjadinya penyelenggaraan pelayanan dengan jalur birokrasi yang lebih ringkas dan membuka peluang bagi pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalam pemberiaan dan peningkatan kualitas layanan; dan 3). Pengembangan sistem penyelenggaraan pemerintahan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi, sehingga tersedianya data dan informasi dari instansi pemerintah. Pengendalian internal menjadi kebutuhan yang strategis dan menentukan peningkatan kinerja, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan pelayanan public. Dalam surat edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.SE/15/M.PAN/9/2005 tentang Peningkatan Intensitas Pengawasan dalam Upaya Pebaikan Pelayanan Publik disebutkan bahwa guna perbaikan pelayanan public pimpinan departemen dan lembaga diharapkan untuk; 1). Menetapkan standar pelayanan secara transparan dan akuntabel; dan 2) memfungsikan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) untuk memberikan perhatian khusus pengawasan terhadap pemberian pelayanan public.
Badan Pertanahan Nasional sebagai lembaga negara penyelenggara pemerintahan di bidang pertanahan memiliki kewajiban untuk memastikan dan memfasilitasi penguatan hak-hak rakyat atas tanah dimana semua kegiatan pertanahan yang dilakukan oleh Badan Pertanahan Nasional berorientasi pada pelayanan masyarakat untuk sebesar besar kemakmuran rakyat. Untuk mewujudkan pelayanan prima terhadap masyarakat diperlukan partisipasi seluruh komponen Badan Pertanahan Nasional tidak hanya bagian pelayanan tetapi meliputi semua lini, sehingga dengan terwujudnya kepuasan masyarakat dapat membangun dan meningkatkan kepercayaan masyarakat kepada Badan Pertanahan Nasional. Bentuk pelayanan terbaik yang dapat diberikan oleh Badan Pertanahan Nasional tidak hanya diimplementasikan melalui kegiatan ‘pelayanan’ namun memiliki arti yang sangat luas terkait dengan fasilitasi akses rakyat dan kebijakan-kebijakan terbaik di bidang pertanahan. Dalam pelaksanaan program dan kegiatan di lingkungan Badan Pertanahan Nasional, diperlukan pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan sebagai langkah akuntabilitas dan evaluasi dengan tujuan menciptakan pelayanan yang prima
Peran Inspektorat Utama sebagai unit kerja di Badan Pertanahan Nasional yang berperan sebagai pengawas internal sangatlah besar untuk mewujudkan terselenggaranya pelayanan terbaik kepada masyarakat. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10/2006 disebutkan bahwa Inpektorat Utama adalah unsure pengawasan yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada kepala dan mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Badan Pertanahan Nasional. Dilihat dari struktur organisasinya, unit kerja Inspektorat Utama membawahi kelompok jabatan fungsional auditor. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 60/2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) pasal 50, aparat pengawasan pemerintah dalam hal ini Inspektorat Utama memiliki wewenang untuk melakukan audit kinerja dan audit dengan tujuan tertentu. Audit kinerja yang dilakukan oleh Inspektorat Utama meliputi kegiatan yang berkaitan dengan pelayanan dan pengelolaan keuangan.
Pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Utama dilakukan dengan membandingkan antara kondisi sebenarnya yang terjadi dengan kondisi yang seharusnya terjadi berdasarkan peraturan perundangan-udangan yang berlaku. Hasil pengawasan yang dilakukan oleh auditor di lingkungan Inspektorat Utama disajikan dalam  Laporan Hasil Pemeriksaan. Pengawasan yang dilakukan meliputi pengawasan pelaksanaan tupoksi dan pengawasan penyimpangan/penyalahgunaan wewenang. Sementara itu pemeriksaan yang dilakukan meliputi pemeriksaan keuangan (anggaran dan dana) dan pemeriksaan kinerja. Materi yang diperiksa meliputi : struktur organisasi dan jabatan, program kegiatan, ketatalaksanaan, personel, pendanaan dan sarana prasarana.
Bentuk pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Utama, merupakan kegiatan pengawasan-pembinaan atas pelaksanaan kebijakan dan peraturan perundang-undangan maupun penyelenggaraan administrasi di bidang pertanahan, kepegawaian, keuangan dan perlengkapan secara efektif dan efisien. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan selain dicantumkan hasil temuan juga harus dicantumkan rekomendasi terkait penyelesaian dari hasil temuan serta analisis penyebab dari kasus tersebut. Kegiatan yang dilakukan oleh auditor tidak hanya berhenti  pada kegiatan pemeriksaan saja yang berupa hasil temuan, namun berlanjut pada kegiatan pemantauan, rekonsiliasi, review dan evaluasi. Kegiatan pemantauan dilakukan sebagai tindak lanjut  terhadap hasil pemeriksaan dimana Inspektorat Utama (dalam hal ini auditor) mendorong satuan kerja untuk menindaklanjuti hasil temuan/rekomendasi yang telah disampaikan. Rekonsiliasi sangat penting dilakukan untuk menyamakan persepsi terhadap hasil temuan agar tidak terjadi perbedaan penafsiran atas suatu kejadian, kegiatan ini dilakukan dengan BPK, BPKP dan auditi. Review merupakan penelaahan ulang bukti-bukti suatu kegiatan  untuk memastikan kegiatan tersebut telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sedangkan kegiatan evaluasi berkaitan dengan memastikan hasil kegiatan dengan standar, rencana dan ketentuan yang telah ditetapkan.
Berdasarkan uraian sebelumnya, jika tugas dan fungsi dari satuan kerja Inspektorat Utama ini dijalankan sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan dan auditor melaksanakan kewajiban dan haknya sesuai dengan kode etik auditor, daftar materi pemeriksaan dan program kerja pemeriksaan, maka pencapaian pelayanan prima bukan suatu hal yang mustahil dapat dicapai oleh Badan Pertanah Nasional. Jika semua kegiatan yang dilakukan oleh semua unit kerja baik berupa pelaksana teknis yang terdiri atas 5 kedeputian dan 2 satuan kerja pendukung (Inspektorat Utama dan Sekretariat Utama) melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai dengan ketentuan dan di bawah fungsi control (pengawasan dari Inspekorat Utama) maka kegiatan yang berintegrasi dan sistem POAC akan berjalan secara terintegrasi dan flowing. Visi BPN untuk menjadi lembaga yang mampu mewujudkan tanah dan pertanahan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, serta keadilan dan keberlanjutan sistem kemasyarakatan, kebangsaan dan kenegaraan Republik Indonesia akan segera terwujud.
Pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Utama bersifat menyeluruh yang meliputi seluruh wilayah tanah air. Sebagai lembaga vertikal, pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat Utama mencakup kinerja dan pelayanan pada Kantor Pertanahan yang berada di Kabupaten/Kota. Pengawasan dilakukan secara menyeluruh yang terbagi menjadi 5 satuan kerja Inspektorat Wilayah dimana masing-masing Inspektorat Wilayah memiliki tugas dan fungsi yang sama namun dibedakan cakupan wilayah kerjanya. Wilayah kerja meliputi seluruh wilayah Indonesia dan seluruh unit kerja di BPN Pusat. Hal tersebut memperlihatkan pembagian yang menyeluruh dan tidak bersisa, yang mengimplementasikan bahwa pengawasan yang dilakukan Inspektorat Utama mencakup semua aspek kinerja, keuangan dan pelayanan serta bersifat utuh dan menyeluruh di seluruh Indonesia. Pengawasan yang dilakukan secara menyeluruh dan meliputi satuan kerja di daerah serta pusat merupakan modal utama untuk menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) yang memiliki basis utama terhadap peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
C.       Kesimpulan
Dilihat dari tugas pokok dan fungsinya Inspektorat Utama memiliki peranan yang sangat besar terhadap peningkatan pelayanan masyarakat di Badan Pertanahan Nasional. Tugas pokok dan fungsi dari Inspektorat Utama berkaitan erat dengan kegiatan pangawasan fungsional terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Badan Pertanahan Nasional. Dimana pengawasan yang dilakukan bersifat pembinaan supaya kinerja dan tata administrasi keuangan di lingkungan Badan Pertanahan Nasional sesuai dengan peraturan yang telah ditetapkan. Pengawasan Inspektorat Utama meliputi satuan kerja di daerah serta pusat dan menyeluruh yang merupakan modal utama dalam menciptakan good governance yang memiliki tujuan utama peningkatan pelayanan kepada masyarakat.


LARASITA merupakan layanan pertanahan bergerak (mobile land service) yang bersifat pro aktif atau "jemput bola" ke tengah-tengah masyarakat. Sebagai sebuah kebijakan inovatif, kelahiran LARASITA dilandasi keinginan pemenuhan rasa keadilan yang diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat, serta adanya kesadaran bahwa tugas-tugas berat itu tidak akan bisa diselesaikan hanya dari balik meja kantor tanpa membuka diri terhadap interaksi masyarakat yang kesejahteraannya menjadi tujuan utama pengelolaan pertanahan.
Guna untuk menjawab kebutuhan berinteraksi dengan masyarakat tersebut, dilahirkan sebuah interface baru. Sebuah interface yang didesain bukan hanya untuk memberikan layanan administratif pertanahan, tetapi juga melakukan penyiapan masyarakat dalam pelaksanaan reforma agraria, mendampingi dan memberdayakan masyarakat dalam konteks pertanahan, melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar, melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasikan bermasalah, memfasilitasi penyelesaian tanah bermasalah yang mungkin diselesaikan di lapangan, menyambungkan program Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia dengan aspirasi yang berkembang di masyarakat dan meningkatkan dan mempercepat legalisasi aset tanah masyarakat. Sebuah interface yang –bukan sekedar memungkinkan, tetapi harus- bisa menyentuh masyarakat tidak hanya dengan regulasi, tetapi benar-benar bersentuhan secara fisik untuk kemudian secara psikis bisa mengerti tentang apa yang dibutuhkan, dipikirkan dan dirasakan rakyat. Dan secara praktis: Sebuah interface yang dapat melaksanakan pola pengelolaan pertanahan secara aktif. Interface itu adalah LARASITA.
Pada dasarnya, LARASITA menjalankan tugas dan fungsinya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada Kantor Pertanahan. Meskipun begitu, pengamatan pada Kantor Pertanahan yang dijadikan kantor percontohan menunjukkan bahwa antusiasme masyarakat terhadap layanan-layanan pertanahan melalui LARASITA secara signifikan mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tingkat antusiasme masyarakat terhadap layanan pertanahan melalui Kantor Pertanahan. Pada penelitian lanjutan atas fenomena itu, kemudian diketahui bahwa masyarakat –khususnya pedesaan- mengalami kesenjangan formalitas yang cukup lebar terhadap layanan pertanahan yang selama ini diselenggarakan di Kantor Pertanahan, dimana kesenjangan itu kemudian diperlebar oleh para perantara yang selalu berdiri diantara Kantor Pertanahan dan masyarakat. Keberadaan para perantara tersebut, selain mempertajam kesenjangan formalitas antara masyarakat dan Kantor Pertanahan, pada prakteknya juga seringkali melakukan pembiasan informasi yang pada akhirnya merugikan masyarakat, baik karena pembiasan informasi tentang persyaratan, biaya maupun tentang waktu penyelesaian layanan pertanahan.
Selain itu, jarak geografis juga menjadi kendala. Kesulitan transportasi menuju Kantor Pertanahan, seringkali mampu menggagalkan niat seseorang untuk mendapatkan layanan pertanahan. Seperti diketahui, tingkat kepemilikan mobil atau motor pribadi pada masyarakat yang tinggal di pedesaan adalah relatif rendah. Kesulitan ini dilipatgandakan dengan sangat sedikitnya transportasi umum yang cukup nyaman bagi seseorang untuk bepergian dengan membawa dokumen-dokumen penting tentang kepemilikan tanahnya. Hal inilah yang menjadi faktor utama rendahnya intensitas arus informasi yang benar kepada masyarakat pedesaan, yang pada akumulasinya menghentikan arus komunikasi antara Kantor Pertanahan (sebagai representasi BPN RI) dan masyarakat. Tepat pada titik permasalahan itu pula, LARASITA diajukan sebagai solusi.
Kedatangan LARASITA di desa-desa (biasanya di area dimana warga desa sering berkumpul) mampu menutup rata jurang formalitas sekaligus jarak geografis berikut jarak psikologis yang sudah lama terbentang diantara Kantor Pertanahan dan masyarakat. Pada kunjungan-kun jungan LARASITA, akan mudah didapati perbincangan akrab antara petugas dan masyarakat. Fakta bahwa masyarakat sedang berada di lingkungan desanya sendiri, berpengaruh besar terhadap sehatnya komunikasi, dimana ketika pertemuan dilakukan di Kantor Pertanahan, terlihat bahwa komunikasi yang terbangun seolah-olah vertikal, dengan menempatkan petugas di sisi atas. Dalam komunikasi yang sehat tersebut, informasi-informasi pertanahan baik dari petugas maupun dari masyarakat akan mengalir lancar.






Dengan kondisi komunikasi yang kondusif, akan mudah bagi petugas untuk memberikan pengetahuan-pengetahuan tentang reforma agraria untuk proses penyiapan masyarakat dalam pelaksanaannya, mendampingi dan memberdayakan masyarakat melalui aset-aset pertanahan, melaksanakan secara lebih dini pengawasan dan pengendalian penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah serta melaksanakan identifikasi dan penelitian terhadap tanah yang diindikasikan terlantar, melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan sinkronisasi dan penyampaian informasi penatagunaan tanah dengan Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) kabupaten/kota, memfasilitasi dan mendekatkan akses-akses penciptaan sumber-sumber ekonomi baru dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat, melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan identifikasi masalah, sengketa atau perkara pertanahan secara dini serta memfasilitasi upaya penanganannya, melakukan sosialisasi dan berinteraksi untuk menyampaikan informasi pertanahan dan program-program pertanahan lainnya, menghubungkan kebutuhan masyarakat dengan program Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, melaksanakan kegiatan legalisasi aset dan melaksanakan tugas-tugas pertanahan lain.
Secara praktis, kegiatan yang dilaksanakan oleh LARASITA sudah menegaskan perbedaannya dengan loket Kantor Pertanahan. Kemampuannya menyentuh dimensi sosial dari pengelolaan pertanahan pada prosesnya akan memberikan kesempatan lebih besar untuk melakukan tugas-tugas pengelolaan pertanahan, dimana seringkali tugas-tugas tersebut tidak mampu dijangkau oleh interface Loket Kantor Pertanahan karena formalitasnya. Dengan kemampuannya itu pula, LARASITA diharapkan mampu menjembatani BPN RI dengan masyarakat pemangku kepentingan pertanahan, yaitu masyarakat yang mempergunakan tanah sebagai basis sumberdaya untuk penghidupannya.
Pelaksanaan Larasita telah memberikan manfaat baik bagi masyarakat maupun internal BPN RI. Bagi masyarakat, pelaksanaan Larasita yang telah berjalan mewujudkan kemudahan akses untuk memperoleh informasi, pengurusan sertipikat, penyelesaian masalah/sengketa pertanahan karena Kantor Pertanahan Bergerak berada di dekat mereka; biaya akses ke Kantor Pertanahan semakin kecil bahkan tidak diperlukan; pengurusan sertipikasi tanah menjadi lebih murah karena tidak perlu membayar jasa calo/perantara; Pengurusan sertipikasi tanah menjadi lebih mudah karena tidak perlu beberapa kali datang ke Kantor Pertanahan. Bagi BPN RI, hal ini berdampak positif karena terjadi transformasi budaya pelayanan dan budaya kerja dari manual ke komputerisasi, adanya peningkatan kualitas SDM dan infrastruktur di bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi, adanya peningkatan transparansi pelayanan dan terbangunnya database pertanahan.